Sebuah tempat singgah sekedarnya berhasil kutata. Dindingnya hanya untaian fikir yang mampu kurangkai, atapnya hanya sedikit goresan hati yang berani kuungkap, perabotnya hanyalah rentetan cerita yang tak sesempurna kisah para shahabiyah. Aku bukan arsitek ulung, bukan pakar perangkai kata, bukan penulis ideal, dan bukan pemikir hebat.
Kesan pertamaku mungkin pernah membuatmu terpesona, tapi belum tentu
kesan selanjutnya. Kehadiranku mungkin pernah kaunantikan, tapi aku
tahu ada yang lebih layak untuk kau nantikan. Aku mungkin pernah
menginspirasimu, tapi sesungguhnya kau sendirilah yang lebih pandai
menggali inspirasi. Mungkin beberapa ceritaku sempat membuatmu terbuai,
tapi sesungguhnya ada banyak kebun hikmah di jagad dunia yang lebih
membuatmu terhanyut akan maknanya, selama kau bisa melihatnya dengan
mata hati dan fikirmu.
Kau tahu, aku hanyalah perempuan biasa. Cermin wanita akhir zaman
yang mungkin tak sesabar Khadijah, tak secerdas Aisyah, tak selembut
Fatimah dan tak seberani Khaulah. Cukuplah kau mengenalku seperti itu,
agar kau mampu menghargaiku dengan segala kekuranganku. Jika kau ada di
ujung Utara, mungkin aku ada di ujung Selatan, dan kita akan saling
menunjukkan dimana Barat dan Timur agar bisa saling menebarkan senyum di
segala arah. Bukankah disitu letak indahnya persahabatan?
Aku belajar darimu bagaimana menjadi seorang Bunda, aku berguru
padamu bagaimana memanusiakan manusia, aku mendapat senyum termanis di
Ladang Indah milikmu, kau menerima kehadiranku layaknya sahabat
terbaikmu, menyambutku begitu indahnya walau hanya duduk termangu di
emperan istanamu. Mengerti bagaimana penghargaan itu begitu tulusnya,
begitu berharganya….
Tapi mungkin aku pernah menggoreskan sedikit luka disana, mungkin aku
pernah meninggalkan kotoran yang belum sempat kubersihkan, barangkali
aku sempat meremehkan jalinan indah yang kau berikan, atau mungkin
membuatmu tak nyaman dengan segala polah kacauku.
Kali ini, lagi-lagi, aku ingin meraih mutiara itu di samudera hatimu.
Aku tahu, kau tak akan pernah keberatan mengangkatnya untukku. Maafkan
aku, karena sekian waktu adalah cukup untuk menunjukkan retaknya
dindingku, pudarnya warnaku, rapuhnya atapku, dan lusuhnya perabot
milikku. Dan maafmu, yang membuat bangunan ini mampu utuh kembali…
seperti semula...
Sekian waktu telah berlalu. Terimakasih sahabat… jalinan ini tak akan terlewat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar